Motivasi didefinisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Selain itu, motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengaan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan.1
Motivasi tidak hanya menjadi focus ketika seseorang melakukan sesuatu yang buruk atau memberikan kita imbalan yang mengecewakan. Motivasi juga mempengaruhi pencapaian kesempurnaan. Contoh dalam acara outbound rafting, kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan pelatihan diluar ruangan atau di alam terbuka yang penuh tantangan dengan jalur sungai yang berkelok-kelok, dengan kegiatan ini dapat memotivasi keberanian, percaya diri, memiliki rasa kebersamaan, tanggung jawab dll. Motivasi dan emosi sangat berhubungan erat dimana emosi merupakan sarana untuk mengkomunikasikan motivasi.2
A. STRUKTUR PEMBENTUKAN MOTIVASI DALAM OTAK
Dalam pembentukan
motivasi, ada tiga struktur yang mempengaruhinya. Ketiga struktur itu adalah korteks
serebri, sitem limbik dan hipotalamus. Bukti menunjukkan bahwa sistem limbik
berperan sentral dalam semua aspek emosi. Stimulasi daerah-daerah tertentu di
dalam sistem limbik manusia menimbulkan berbagai sensasi yang diutarakan
sebagai rasa senang, kepuasan, atau kenikmatan di suatu daerah serta
keputusasaan, keketakutan, atau kecemasan di bagian lain. Hipotalamus sendiri
bertanggung jawab terhadap berbagai respons yang sesuai untuk menyertai keadaan
emosional tertentu.3 Contoh keterkaitan ketiga hal ini dapat dilihat
dari contoh berikut ini: hipotalamus yang merupakan pengatur lingkungan
internal akan mencetuskan respon untuk meningkatkan pembentukan panas (dengan
menggigil), saat tubuh merasakan dingin. Sementara itu, korteks serebrum akan
mengambil peran untuk memotivasi diri agar secara sadar memakai baju yang lebih
hangat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotalamus – yang merupakan
bagian dari sistem limbik, bersama dengan korteks akan mengontrol emosi dan
perilaku yang dimotivasi.3
Dibawah ini akan dibahas ketiga struktur
tersebut:
1. Korteks Serebri
Wilayah
terbesar dari otak adalah serebrum. Disinilah terdapat pusat-pusat saraf yang
mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik. Selain itu, hal-hal yang
berkaitan dengan proses penalaran, ingatan, dan intelejensia berada pada
wilayah otak ini. Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yaitu hemisfer
kanan dan hemiser kiri. Bagian luar hemisfer serebri terdiri atas subtansia
grisea yang disebut sebagai korteks serebri. 3
2.
Sistem Limbik
Istilah limbik (limbus) berarti “batas”
atau “tepi”. Hipotalamus dan bagian-bagian talamus disertakan dalam sistem
limbik karena memiliki hubungan fungsional yang erat. Hipokampus merupakan area
penting yang secara tradisional diklasifikasikan sebagai “limbik”. Struktur ini
membandingkan informasi sensorik dengan apa yang telah otak ekspetasikan
mengenai lingkungannya. Hipokampus juga disebut sebagai “pintu gerbang menuju
ingatan”. Hipokampus memungkinkan kita membentuk ingatan-ingatan baru mengenai
fakta-fakta dan kejadian-kejadian – jenis informasi yang kita perlukan untuk
mengenali sekuntum bunga, menyampaikan sebuah cerita, dsb.3
Secara
fungsional sistem limbik berkaitan dengan:
1. Suatu
pendirian atau respons emsional yang mengarahkan pada tingkah laku individu
2.
Suatu respon sadar terhadap lingkungan
3. Memberdayakan fungsi intelektual dari
korteks serebri secara tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis
untuk merespon keadaan,
4. Memfasilitasi penyimpanan suatu memori
dan menggali kembali simpanan memori yang diperlukan, dan
5. Merespon suatu pengalaman dan ekspresi
suasana hati, terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan
perilaku seksual.
Sistem limbik memiliki hubungan timbal
balik dengan banyak struktur saraf sentral pada beberapa tingkat integrasi
termasuk neokorteks, hipotalamus, dan RAS (reticular activating system) dari
batang otak. Gangguan presepsi, terutama dalam mengingat kembali, krisis
emosional dan gangguan hubungan dengan orang lain dan dengan objek,
diperkirakan berhubungan dengan struktur limbik.4
3.
Hipotalamus
Hipotalamus berperan penting dalam
pengendalian aktivitas sistem saraf otonom yang melakukan fungsi vegetatif,
seperti pengaruh frekuensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan
air, selera makan, rasa haus, saluran pencernaan, dan aktivitas seksual. Selain
itu, hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti
kesenangan, nyeri, kegembiraan, dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon
yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofisis, sehingga
mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.1
B.
KONSEP TENTANG MOTIVASI
Ada beberapa cara untuk menjelaskan
konsep dan penelitian tentang motivasi dan emosi yaitu:2
1.
Teori – Teori Motivasi
Para psikologi telah mengajukan
serangkaian teori menegnai mengapa organisme termotivasi untuk melakukan apa
yang mereka lakukan. Ada beberapa pendekatan utama terhadap motivasi yang
menekankan pada sumber biologis dan motivasi.2
1.1 Pendekatan Evolusi
Pendekatan evolusi menekankan peran insting dalam motivasi.
Sebuah insting ( instinct ) adalah pola perilaku bawaan (tidak dipelajari) yang
dianggap bersifat universal pada beragam spesies. Motivasi memberikan perilaku,
dan prasaan kita sebuah tujuan. Perilaku yang termotivasi memiliki energy,
diarahkan dan dipertahankan. Para ahli teori evolusi ( psikolog Amerika William
McDougall 1988) menganggap motivasi memiliki dasar pada insting untuk
mendapatkan sesuatu, keingintahuan, keinginan untuk berkelahi, insting untuk bersosialisasi,
dan menonjolkan diri sendiri. Motivasi untuk seks, agresi, prestasi, dan
perilaku lain memiliki akar dalam masa lalu evolusi (Bjorklund,
2007;Buss,2008;Geary,2006). Oleh karena itu pendekatan evaluasi menekankan pada
proses meneruskan gen-gen seseorang, maka teori-teori ini memusatkan perhatian
pada bidang kehidupan yang sangat terkait dengan reproduksi.2
1.2 Teori Pengurangan dorongan
Cara lain untuk
melihat motivasi adalah malalui konstruk dorongan dan kebutuhan. Sebuah
dorongan (drive) adalah keadaan tergugah yang terjadi karena adanya kebutuhan
fisiologis. Sebuah kebutuhan (need) adalah keadaan kekurangan sesuatu yang
memberi energy untuk menghilangkan atau mengurangi keadaan kekurangan.2
Teori pengurangan
dorongan menjelaskan bahwa, seiring dengan semakin kuatnya dorongan, maka kita
termotivasi untuk mengurangi dorongan itu. Tujuan pengurangan dorongan adalah
homeostasis yaitu kecenderungan tubuh untuk mempertahankan keadaan seimbang
atau tenang. Terdapat ratusan keadaan biologis dalam tubuh yang harus
dipertahankan dalam rentang tertentu contohnya, suhu tubuh, kadar gula, tingkat
potassium dan natrium, pengoksigenan dll.2
1.3 Teori Penggugahan Optimal
Teori penggugahan
optimal menekankan pada hokum Yerkes-Dosdon, di mana kinerja menjadi paling
baik saat berada dalam kondisi rangsangan sedang dan bukan terlalu tinggi atau
rendah. Penggugahan sedang sering kali membuat kita mengeluarkan kinerja
terbaik untuk menghadapi tugas-tugas kehidupan, namun ada kalanya rangsangan
rendah atau tinggi dihubungkan dengan kinerja terbaik.2
2. Teori Rasa Lapar dan Makan
Beberapa hal yang memepngaruhi motivasi
dalam hidup dihubungkan dengan kebutuhan fisiologis. Dua prilaku yang penting
dalam kemampuan kita untuk bertahan hidup dan berkelangsungan spesies kita
adalah makan aktivitas seks. Proses-proses motivasional yang mendasari kegiatan
makan sebagai berikut:5
2.1. Set-Point
Assumption
Kebanyakan orang mengatribusikan
hunger (rasa lapar, motivasi untuk makan) pada adanya deficit energy dan
melihat makan sebagai cara sumber energy tubuh dikembalikan ketingkat
optimalnya yang artinya ke energy set point. Setelah makan sumber energy
seseorang diasumsikan mendekati set point nya dan menurun setelah tubuh menggunakan
energy untuk memberikan bahan bakar pada proses-proses fisiologisnya. Ketika
tingkat sumber energy tumbuh turun cukup jauh dibawah set point, maka seseorang
menjadi termotivasi oleh rasa lapar untuk makan besar lagi. Menurut set point
assumption, makan besar itu berjalan terus sampai tingkat energy kembali ke set
point nya dan merasa kenyang atau tidak lapar lagi.5
Set point model menjelaskan bahwa rasa
lapar dan makan bekerja dengan cara yang sangat mirip dengan system pemanasan
yang diatur dengan thermostat (alat pengatur panas) di iklim dingin. Semua
system set point memiliki tiga komponen5
1. Set point mechanism menetapkan set
pointnya
2. Detector mechanism mendeteksi deviasi
dari set point
3. Effector mechanism bertindak untuk
mengeliminasi deviasi
Sebagai contoh,
mekanisme set point, detector, dan efektor dalam system pemanasan masing-masing
adalah thermostat, thermometer dan pemanas.5
Semua
system set point adalah negative feedback system (system umpan balik negative)
yaitu system yang umpan baliknya dari perubahan ke salah satu arah
membangkitkan efek kompensatorik dengan arah yang berlawanan. System umpan
balik negative lazim ada pada mamalia karena mamalia bekerja untuk
mempertahankan homeostasis (lingkungan internal yang stabil).5
2.2. Teori Set Point Glukostatika dan Lipostatik
tentang Rasa Lapar dan makan
Teori
glukostatika adalah ide menjadi lapar ketika kadar glukosa darah turun secara
signifikan ke bawah set pointnya dan merasa kenyang ketika makan itu
mengembangkan kadar glukosa darah ke set pont nya.5
Teori
lipostatik adalah teori set point lain yang dikemukakan dalam berbagai bentuk
pada 1940-an dan 1950-an. Menurut teori ini, setiap orang memiliki set point
untuk lemak tubuh, dan deviasi dari set point ini menghasilkan penyesuaian
kompensatorik pada tingkat makan yang mengembalikan kadar lemak tubuh pada set
pointnya.5
Teori
glukostatik dan lipostatik dianggap saling melengkapi, bukan sa;ing eksklusif
satu sama lain. Teori glukostatik dianggap menjelaskan tentang inisiasi dan
penghentian makanan, sementara teori lipostatik dianggap menjelaskan tentang
pengaturan jangka panjang.5
2.3 Permasalahan
yang Terkait dengan Teori-Teori Set Point tentang Rasa Lapar dan Makan
Teori-teori set
point tentang rasa lapar dan makan memiliki beberapa kelemahan serius. Fakta
yang melemahkan teori ini, yaitu:5
1. Teori-teori set point tentang rasa lapar
dan makan tidak konsisten dengan ukuran-ukuran evolusioner seperti yang kita
pahami.
2. Prediksi utama teori-teori set point
tentang lapar dan makan belum dikonfirmasi. Studi-studi awal tampak mendukung
teori-teori set point dengan menunjukkan bahwa reduksi besar pada glukosa
darah, yang dihasilkan oleh suntikan insulin, menginduksi peningkatan makan
pada binatang-binatang.
3. Teori set point tentang rasa lapar dan
makan defisien karena tidak mampu menengarai pengaruh faktor-faktor penting
seperti rasa, belajar, dan pengaruh social pada rasa lapar dan makan.
2.4 Perspektif
Insentif Positif
Ketidakmampuan
teori set point untuk menjelaskan fenomena rasa lapar dan makan yang mendasar
telah menyebabkan berkembangnya sebuah perspektif teoretik alternative. Gagasan
sentral perspektif teoritik baru yang lazim disebut positive incentive theory
(teori insentif positif) ini adalah manusia dan binatang-binatang lain
normalnya tidak terdorong untuk makan
oleh adanya defisit energy internal, tetapi oleh prasaan senangyang diantipasi
dengan makanan, perasaan senang yang diantipasi untuk sebuah prilaku disebut
nilai insentif positif perilaku tersebut (lihal Bolles, 1980;Booth, 1981; Collier,
1980; Rolls, 1981; Toates, 1981). Ada beberapa macam teori insentif positif dan
disebut secara umum sebagai perspektif insentif positif.5
Prinsip
perspektif insentif positif tentang makanan adalah makan dikontrol dengan cara
yang sangat mirip dengan perilaku seksual. Menurut perspektif insentif positif,
derajat rasa lapar yang dirasakan pada saat tertentu bergantu pada interaksi
semua factor yang memengaruhi nilai insentif positif makan. Hal ini termasuk,
citarasa makanan yang dikonsumsi, apa yang dipelajari tentang efek makan ini
baik karena pernah memkananya atau dari keterangan oranglain, lama waktu
trakhir makan, jenis dan kuantitas makanan.5
3. Faktor-Faktor yang Menentukan Apa, Kapan, dan
Berapa Banyak Kita Makan
3.1 Faktor-Faktor yang Menentukan Apa yang
Kita makan
Rasa tertentu
memiliki nilai insentif positif yang tinggi untuk hampir semua anggota sebuah
spesies. Sebagai contoh, kebanyakan orang memiliki kegemasan terhadap rasa
manis, berlemak, dan asin. Pola tipikal spesies preferensi rasa pada manusia
ini bersifat adaptif karena dalam rasa manis dan berlemak biasanya merupakan
ciri makanan-makanan tinggi energy yang kaya vitamin dan mineral, dan rasa asin
merupakan ciri makanan-makanan kaya sodium. Sebaliknya, rasa pahit yang tidak disukai
kebanyakan orang, sering kali berhubungan dengan toksin. Tampak jelas dari
preferensi dan aversi rasa tipikal spesies masing-masing orang memiliki
kemampuan untuk mempelajari preferensi aversi rasa tertentu.5
3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapan Kita
Makan
Collier (1986)
menemukan bahwa kebanyakan mamalia memilih untuk makan banyak makanan kecil
setiap hari bila mereka memiliki akses terus-menerus terhadap pasokan makanan.
Jumlah waktu makan
besar manusia setiap hari dipengaruhi oleh norma-norma kultural, jadwal kerja,
rutinitas keluarga, prefensi pribadi, kekayaan, dan berbagai factor lainnya.
Akan tetapi, berlawanan dengan referensi mamalia pada umumnya, kebanyakan
manusia terutama meraka yang tinggal dalam kelompok-kelompok keluarga cenderu makan beberapa kali dengan makanan
besar setiap hari di waktu-waktu yang teratur.5
Beberapa factor
yang memengaruhi kapan kita makan:5
1. Rasa lapar sebelum waktu makan
Serangan lapar sebelum waktu makan secara subjektif
memebrikan dukungan yang kuat untuk teori-teori set point. Menurut Woods, kunci
untuk memahami rasa lapar adalah memahami bahwa menyantap makanan besar
menimbulkan stress pada tubuh. Sebelum waktu maka, cadangan energy tubuh berada
dalam keadaan seimbang homeostatic yang cukup baik, lalu ketika makan besar
dikonsumsi, terjadi influksi bahan bakar yang mengganggu homeostasis kedalam
aliran darah. Tubuh melakukan apa yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
homeostasisnya. Indikasi pertama bahwa seseorang akan segera makan, ketika
mendekati waktu makan rutin maka tubuh memasuki fase sefatik dan mengambil
langkah-langkah untuk mengurangi dampak influks yang menggangu homeostatis yang
segera tiba dengan melepaskan insulin ke dalam darah dan akan mengurangu
glukosa darah. Menurut Wood perasaan lapar yang kuat dan tidak menyenangkan
menjelang waktu makan bukanlah jerita tubuh meminta makan, melainkan prerasaan
yaitu sensasi persiapan tubuh untuk makanan yang diperkirakan menggangu
homeostasis.5
2. Pengondisian
Pavlovian untuk Rasa Lapar
Dalam serangkaian
seri eksperimen pengondisian klasik terhadap tikus-tikus laboratorium. Weingarten
(1983, 1984, 1985) memberikan dukungan yang kuat terhadap pandangan bahwa rasa
lapar sering kali disebabkan oleh ekspektasi akan makanan, bukan oleh defisit
energy.5
3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Seberapa
Banyak Kita Makan
Keadaan
motivasional yang menyebabkan kita berhenti makan padahal masih ada makanan
disebut satiety (kenyang). Mekanisme rasa kenyang mberperan penting dalam
menentukan berapa banyak kita makan.5
1. Sinyal Kenyang
Makanan di usus dan glukosa
yang masuk kedalam darah dapat menginduksi sinyal kenyang, yang
menghambat konsumsi berikutnya. Sinyal ini bergantung pada volume dan nutritive
density (kepadatan nutritif, volume kalori per unit) makanan.
2. Sham Eating (makan pura-pura)
Studi tentang sham eating (makan pura-pura) mengindikasikan
bahwa sinyal kenyang dari usus atau darah belum tentu menghentikan makan.
Weingarten dan kulinovsky menyimpulkan bahwa banaykanya makanan yang kita makan
banyak dipengaruhi oleh pengalaman kita sebelumnya dengan efek psikologis
makanan itu, bukan oleh efek segera.
3. Appertizer Effect dan Rasa Kenyang (efek
makanan penggugah selera makan)
4. Besarnya porsi makanan dan rasa kenyang
5. Pengaruh social dan rasa kenyang
6. Rasa kenyang spesifik sensorik
Rasa kenyang spesifik sensorik memiliki dua konsekuen si
adaptif, yaitu
·
Mendorong
konsumsi diet yang bervariasi. Bila tidak ada rasa kenyang spesifik sensori,
maka orang akan cenderung makan makanan yang disukainya saja dan akibatnya
adalah kekurangan gizi.
·
Rasa
kenyang spesifik sensori mendorong binatang-binatang yang memiliki akses
keberagam makanan untuk makan banyak.
4.
Penelitian Fisiologis tentang Rasa Lapar
dan Kenyang
4.1 Peranan Glukosa Darah terhadap Rasa Lapar
dan Rasa Kenyang
Tiga senyawa kimia yang terpenting dalam
rasa lapar, makan, dan rasa puas (yaitu perasaan kenyang dan tidak ingin makan
lagi) yaitu:2
1. Glukosa atau gula darah
Glukosa atau gula darah adalah faktor penting dalam rasa
lapar, karena kemungkinan otak sangat tergantung pada gula untuk energinya.
Satu set reseptor gula, terletak dalam otak memicu rasa lapar ketika kadar gula
dalam darah terlalu rendah. Sekelompok reseptor gula lain ada di liver yang
menyimpan kelebihan gula dan melepaskannya ke dalam darah bila diperlukan.
Reseptor gula dalam liver memberi sinyal kepada otak ketika suplai gula
berkurang dan ini juga memberi pertanda yang membuat merasa lapar.
2. Hormon Insulin
Hormon insulin yang menyebabkan kelebihan gula dalam darah disimpan
di sel-sel sebagai lemak dan karbohidrat (Pliquette, et al, 2006). Suntikan
insulin menyebabkan rasa lapar yang amat sangat karena mereka menurutkan kadar
gula secara drastis. Judith Rodin (1984) telah meneliti peran insulin dan
glikosa dalam rasa lapar dan perilaku menyantap makanan. Ia menemukan bahwa
ketika kita makan karbohidrat kompleks, seperti sereal, roti, dan pasta maka
tingkat insulin meningkat, manum kemudian secara bertahap. Dan ketika kita
mengonsumsi gula sederhana seperti permen dan coca cola maka tingkat insulin
meningkat dan kemudian langsung menurun dengan cepat.
3. Leptin
Leptin merupakan sebuah protein yang dilepaskan oleh sel-sel
lemak, menurunkan jumlah makanan yang diambil dan meningkatkan pengeluaran
energy (klok, Jakobsdottir, & Drent, 1007;Wardlaw & Hampl, 2007). Kadar
konsentrasi leptin pada manusia dikaitkan dengan berat badan, persentase lemak
tubuh, berkurangnya berat badan dalam satu usaha diet, dan persentase kumulatif
berat yang hilang dalam seluruh usaha diet.
4.2 Proses-Proses
Otak tentang Rasa Lapar Hipotalamik dan Pusat Kenyang
Pada 1950-an ekseprimen-ekperimen pada
tikus tampak menunjukan bahwa perilaku makanan dikontrol oleh dua daerah yang
berbeda di hipotalamus, yaitu:5
1.
Rasa
kenyang oleh ventromedial hypothalamus (VMH) (hipotalamus ventromedial)
Pusat kenyang VMH pada 1940, dikemumakan bahwa lesi
elektrolitik bilateral besar pada hopotalamus ventromedial menghasilakn
hyperphagia (hiperfagia atau makan berlebih) dan obesitas ekstrem pada tikus
(Hetherington & Ranson, 1940).
Sindroma VMH ini memiliki dua fase yang berbeda, yaitu fase
dinamis dan fase statis.
2.
Makan
oleh lateral hypothalamus (LH) (Hipotalamus lateral)
Pusat makan PH
pada 1951, Anand dan Brobeck melaporkan bahwa lesi elektrolitik bilateral pada
hipotalamus lateral menghasilkan aphagia (afagia) yaitu berhenti makan total.
Dan menyimpulkan bahwa daerah lateral hipotalamus adalah pusat makan.
4.3
Peran
Traktus Gastrointestinal dalam Rasa Kenyang
Salah satu studi awal paling berpengaruh
tentang rasa lapar dikenalkan oleh Cannon dan Washburn pada 1921. Temuannya
menghasilakan teori bahwa lapar adalah perasaan kontraksi yang disebabkan oleh
perut kosong, sementara kenyang adalah perasaan distensi perut (perut kembung).
Dan mereka menemukan bahwa kontraksi perut yang besar berhubungan dengan
perasaan sedih karena lapar.5
4.4
Peptida
lapar dan Kenyang
Perut
dan bagian-bagian traktus gastrointestinal lainnya melepaskan sinyal-sinyal
kimia ke otak, bukti-bukti mulai terkumpul bahwa bahan kimia yang dimaksud
adalah peptide, rantai pendek asam amino yang dapat berfungsi sebagai hormone
dan neurotransmiter. Makanan yang dicerna berinteraksi dengan reseptor-reseptor
dalam traktus gastrointestinal dan menyebabkan traktus itu melepaskan peptide kedalam
aliran darah. Penemuan peptide rasa lapar dan kenyang memiliki dua efek besar
pada pencarian mekanisme neural rasa lapar dan kenyang :
·
Begitu
banyaknya jumlah peptida rasa lapar dan kenyang ini mengindikasikan bahwa
sisitem neural yang mengontrol makan bereaksi terhadap banyak sinyal yang
berbeda, bukan hanya terhadap salah satu atau dua sinyal (terhadap glukosa dan
lemak).
·
Penemuan
bahwa banyak peptida rasa lapar dan kenyang memiliki reseptor-reseptor di
hipotalamus telah membangkitkan kembali ketertarikan pada peran hipotalamus
dalam rasa lapar dan makan.5
4.5 Serotonin dan Rasa Kenyang
Neurotransmiter onoaminergik serotonin
tampaknya berperan dalam rasa kenyang. Terbukti pada penelitian sebuah tikus
1970-an. Dalam studi ini agonis-agonis serotonin secara konsisten menurunkan
asupan makanan tikus.
Pada manusia, agonis-agonis serotonin (misalanya,
fenfluramin, deksfenfluramin, fluoksetin) telah ditunjukan mengurangi rasa
lapar, makan dan berat badan diberbagai macam kondisi.5
5. Pengaturan
Berat Badan (Set Points vs Settling Points)
5.1
Asumsi-Asumsi
Set Point tentang Berat Badan dan Makan
Ada tiga pembuktian yang menantang aspek-aspek fundamental
dari banyak teori set point tentang pengaturan berat badan.
·
Variabilitas
berat badan
·
Pengaturan
berat badan malalui perubahan efisiensi penggunaan energy
·
Set
point dan settling points dalam pengontrolan berat badan5
6. Obesitas Manusia
Obesitas adalah masalah serius dan
menyebar di Amerika Serikat. Faktor hereditas, metabolism basal, set point, dan
sel-sel lemak adalah faktor biologis yang terlibat dalam obesitas. Hingga belum
lama ini, komponen genetika yang kuat dalam obesitas kurang diperhatikan dalam
menjelaskan fenomena ini. Kejadian obesitas meningkat secara dramatis mulai
pada akhir abad ke-20 menunjukan pentingnya faktor lingkungan dan obesitas.2
Beberapa cara penanganan pada obesitas :
1.
Leptin
dan pengaturan lemak tubuh
Lemak bukan
sekedar gudang energy yang pasif, lemak juga secara aktif melepaskan hormon
peptida yang disebut leptin.
·
Leptin
sebagai treatment (penanganan) untuk obesitas manusia.
·
Leptin,
insulin, dan system melanokortin arkuat.
Penemuan bahwa
leptin dan insulin adalah sinyal-sinyal yang memberikan informasi ke otak
tentang kadar lemak dalam darah menjadi sarana untuk menemukan sirkuit-sirkuit
neural yang berpartisipasi dalam pengaturan lemak. Reseptor-reseptor untuk
hormon-hormon peptida berlokasi di berbagai bagian system saraf, tetapi
kebanyakan terdapat di hopotalamus, khususnya di salah satu daerah hipotalamus
yang disebut arcuate nucleus (nucleus arkuat).
Melihat lebih
dekat distribusi reseptor-reseptor leptin dan insulin di nucleus arkuat
menunjukkan bahwa reseptor-reseptor ini tidak terdistribusi secara acak di
nucleus. Mereka berlokasi di dua golongan neuron yaitu: 5
-
Neuton-neuron
yang melepaskan Neuropeptida Y
-
Neuron-neuron
yang melepaskan Melanokortin
2.
Obat-Obatan
Seretogenik
Agonis-agonis seretonim telah ditunjukkan
mengurangi konsumsi makanan baik pada manusia maupun subjek-subjek nonmanusia,
mereka memiliki potensi yang cukup besar dalam penanganan obesitas (Halford
& Blundell, 2000an). Agonis-agonis seretonim tanpaknya bekerja melalui
mekanisme yang berbeda dengan leptin dan insulin, yang menghasilkan
sinyal-sinyal kenyang jangka panjang berdasarkan simpanan lemak. Agonis-agonis
serotonin tampaknya meningkatkan sinyal-sinyal kenyang jangka pendek yang
terkait dengan konsumsi makan besar (Halford & Blundell, 2000b).
Agonis-agonis serotonin telah ditemukan diberbagai studi terhadap pasien-pasien
obesitas, oleh karena profil efek yang sangat positif dank arena tingkat
keparahan masalah obesitas maka ogonis-agonis seretonim (fenfluramin dan
deksfenfluramin) digunakan untuk keperluan klinis. Akan tetapi, obat-obat itu
kemudian ditarik dari pasar karena pemakaian kronisnya ditemukan berhubungan
dengan penyakit jantung pada sejumlah kecil. Saat ini pencarian difokuskan pada
oabat-obatan badan seretogenik yang tidak memiiki efek samping berbahaya.5
7. Anoreksia
Nervosa dan Bulimia Nervosa
1. Anoreksia Nervosa
Anoreksia
nervosa adalah gangguan makan karena adanya keinginan ynag keras untuk
mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri. Pada akhirnya
anoreksia nervosa dapat menyebabkan kematian. Anoreksia nervosa terutama
terjadi pada perempuan selama masa remaja dan masa dewasa awal; hanya sekitar 5
persen penderita anoreksia laki-laki (Stein & Reichert, 1990). Kebanyakan
remaja yang mengalami gangguan ini adalah remaja berkulit putih dan berasal
dari keluarga berpendidikan tinggi dengan pendapatan menengah ataupun tinggi.6
Anoreksia
(anorexia) merupakan gangguan makan yang disebabkan oleh gangguan psikologis di
mana penderitanya mengontrol asupan kalori secara ekstrim, membatasi makan, dan
amat terobsesi dengan berat badan.6
Penderita
anoreksia kemungkinan juga melakukan olahraga secara ekstrim untuk mengurangi
berat badan. Sebelum membahas perihal tanda dan gejala fisik, ada baiknya untuk
mengetahui faktor risiko anoreksia. Berikut adalah faktor risiko anoreksia.6
1. Faktor sosial
Faktor sosial yang
sering kali menjadi faktor yang paling bertanggung jawab adalah model
kecantikan yang bertubuh kurus tubuh.
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis
antara lain meliputi motivasi untuk mendapatkan perhatian, keinginan akan
kepribadian, penyangkalan seksualitas, dan sebagai cara menghadapi orang tua
yang terlalu mengontrol. Penderita anoresia seringkali memiliki keluarga yang
banyak tuntutan yang tinggiagar mereka mencapai sesuatu. Karena tidak berhasil
memenuhi standar orang tua yang tinggi, mereka merasa tidak mampu mengendalikan
hidup mereka sendiri.
3. Penyebab fisiologis
Penyebab
fisiologis antara lain adalah hipotalamus, yang dengan berbagi cara menjadi
sesuatu yang abnormal ketika sesorang remaja menjadi penderita anoreksia. Namun
demikian, sebenarnya hingga saat ini penyebab pasti anoreksia nervosa masih
belum dapat dipastikan.
Ada
beberapa gejala awal anoreksia yang perlu kita waspadai, salah satu diantaranya
adalah berat berat badan yang tidak stabil dan tidak seimbang dengan umur,
postur, serta tinggi tubuh (biasanya mencapai 15% di bawah berat normal).
Berikut ini adalah gejala-gejala lain seseorang menderita anoreksia :6
- Tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan
berturut-turut (untuk wanita)
- Tidak mau dan menolak makan di depan umum
- Sering merasa gelisah
- Lemah
- Kulit kusam
- Nafas pendek-pendek
- Khawatir berlebih terhadap asupan kalori
Menderita
anoreksia dapat menganggu kestabilan kerja sistem tubuh sehingga menimbulkan
beberapa dampak buruk, antara lain : penyusutan tulang, kehilangan mineral,
rendahnya suhu tubuh, detak jantung yang tidak teratur, gangguan permanen
terhadap pertumbuhan badan, rawan terkena osteoporosis, bahkan juga bulimia
nervosa. Selain itu, ada dampak lebih buruk lagi apabila seorang penderita
anoreksia mengonsumsi laksatif karena laksatif sangat berbahaya bagi tubuh.
Laksatif adalah substansi yang akan memaksa tubuh mengeluarkan cairan serta
makanan yang masih diproses di dalam usus sehingga nutrisinya tidak terserap
sempurna. Laksatif juga mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang mungkin
bisa terserap oleh tubuh. Penggunaan laksatif dalam jangka panjang bisa
mengakibatkan gangguan permanen pada kestabilan sistem pencernaan serta
menyebabkan tubuh kekurangan banyak nutrisi.6
Walupun
penderita anoreksia menghindari makan, mereka memiliki ketertarikan pada
terhadap makanan yang cukup intensif. Mereka memasak untuk orang lain, mereka
berbicara tentang makanan, dan mereka bersikeras untuk melihat orang lain
makan. Penderita anoreksia memiliki gambaran tubuh yang teganggu, menganggap
bahwa mereka akan menjadi menarik hanya bila mereka terlihat seperti tengkorak.
Mereka terus membuat diri mereka kelaparan dan jumlah lemak didalam tubuh terus
menurun sampai batas minimum, sehingga
pada kondisi menstruasi biasanya berhenti. Tingkah lakunya seringkali
hiperaktif. 6
2. Bulimia Nervosa
Bulimia
adalah gangguan makan di mana individu secara konsisten menjalani pola makan berlebihan
dan kemudian memuntahkan kembali. Penderita bulimia terus makan dalam jumlah
yang banyak dan kemudian mengeluarkannya dengan cara memuntahkannya atau dengan
menggunakan obat pencahar. Kadang kala, “pesta makan diselingi dengan puasa,
kadang dengan makan dalam jumlah normal. Seperti anoreksia nervosa, pada
umumnya penderita bulimia adalah perempuan.”6
Bulimia
atau juga dikenal dengan bulimia nervosa mempengaruhi sekitar 3% dari wanita di
amerika Serikat. Selain itu, selain makan berlebih, penderita bulimia juga
cenderung diet sangat ketat dan juga olah raga yang berlebihan. Cirri khas
penyakit bulimia sudah tentu kebiasaan mengeluarkan makanan yang dimakan dengan
sangat cepat, sehingga sangat aneh bagi orang biasa kalau sehabis makan kembali
memuntahkan makanannya.6
Bulimia
telah menjadi suatu hal yang lazim di kalangan mahasiswi. Beberapa perlkiraan
menunjukkan satu diantara mahasiswi pernah melakukannya, makan dalam jumlah
banyak kemudian mengeluarkannya. Namun demikian perkiraan yang dibuat belakangan
ini mengungkapkan bahwa penderita bulimia yang sebenarnya- mereka yang makan
banyak dan mengeluarkannya secara teratur- berjumlah kurang dari 2
persenMasalah penampilan serta berat badan merupakan factor utama yang penyebab
bulimia pada seorang wanita. Seorang penderita bulimia biasanya mempunyai
ketahanan mental yang kurang, kurang percaya diri dan memiliki masalah dengan
berat badan dan ini yang membuatnya menjadi terobsesi dengan penurunan berat
badan. Hal-hal seperti di atas juga bisa menjadi akibat bulimia yang
mengerikan.6
Pengalaman
mempunyai masalah dengan berat badan membuatnya selalu merasa gemuk. Hal ini
mendorong diet yang tidak terkontrol, olah raga berlebih dan akhirnya menderita
bulimia. Penelitian baru menunjukan bahwa kelainan mental ini juga disebabkan
oleh proses kimiawi yang ada di dalam otak. Para ahli menduga bahwa kelainan
neurotransmitter dalam otak, utamanya neurotransmitter serotonin merupakan
pemicu terjadinya penyakit bulimia nervosa ini. Namun dugaan awal ini masih
belum bisa dijelaskan secara spesifik karena kompleksnya penyakit. dari seluruh
populasi mahasiswa. (Stunkard, 1987).6
Penderita
anoreksia dapat mengendalikan diri dalam hal makan; sementara penderita bulimia
tidak. Depresi adalah karakteristik dari penderita bulimia. Bulimia
menghasilkan ketidakseimbangan lambung dan kimiawi dalam tubuh. Kebanyakan
penyebab anoreksia juga menyebabkan bulimia (leon, 1991). Akibat Bulimia,
yaitu:6
1. Pembengkakan kelenjar ludah di pipi
2. Jaringan parut di buku jari tangan yang digunakan
untuk merangsang muntah
3.
Pengikisan email gigi akibat bulimia yang sering muntah dan mengeluarkan asam
lambung
4. Kadar kalium yang rendah dalam darah.
5. Gigi sensitive terhadap panas atau dingin
6. Masalah pada kelenjar ludah yang berupa rasa
nyeri atau pembengkakan
7. Paparan asam lambung berlebih pada
kerongkongan bisa menyebabkan borok, pecah atau penyempitan.
8. Terganggunya proses pencernaan akibat
pencahar, bisa mengakibatkan disfungsi organ pencernaan .
9. Ketidakseimbangan cairan tubuh akibat
stimulus zat diuretic secara berlebih.
3. Penanganan Untuk Penderita Anoreksia &
Bulimia
Apabila
Anda mengetahui seorang penderita anoreksia, pertama-tama beri lah dorongan
kepada mereka untuk mengatur pola makan dengan benar dan beri tahukan bahaya
anoreksia. Namun apabila usaha Anda belum berhasil juga, Anda bisa membawa
orang tersebut ke dokter atau konsultan kesehatan karena mereka dapat membantu
penderita anoreksia memerangi penyakitnya. Terapi psikis (psikoterapi) oleh
psikiater untuk mengendalikan perilaku menyimpangnya. Obat-obatan. Obat
anti-depresi seringkali bisa membantu mengendalikan bulimia, meskipun penderita
tidak tampak depresi. Tetapi bulimia akan kambuh kembali.6
KESIMPULAN
Motivasi merupakan sebuah langkah awal
dari dalam diri manusia dalam melakukan sesuatu. Motivasi sangat berpengaruh
pada hasil yang didapatkan dari sesuatu yang kita kerjakan. Dengan dilandasi
motivasi yang baik hal yang kita kerjakanpun akan menghasilkan hal yang
memuaskan pula. Manusia memiliki berbagai motivasi antara lain motivasi
biologis. Motivasi-motivasi ini emiliki pengaruh tersendiri terhadap suatu ha
dan setiap manusia memiliki motivasi-motivasi ini didalam dirinya.
Motivasi biologis tidak selalu dikaitkan
dengan hubungan antara individu dengan individu. Tetapi juga hubungan indivudu
dengan kebutuhan dirinya sendiri. dalam kehidupan manusia motivasi-motivasi ini
akan dilalui oleh setiap manusia dan juga hewan tingkat rendah karena motivasi
biologis dimiliki oleh setiap makluk hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Efendi
F, Fisiologi Manusia:Dari Sel ke Sistem.Ed6.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ;
2012.
2. Laura
A. King. Psikologi Umum. B2: Penerbit Salemba Humanika.
3. Sherwood
L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem.Ed6.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
E6C.2012.
4. Wade
C. Tavris C. Psikologi. Ed9.Jakarta:Erlangga.
5. John
P.J. Pinel. Biopsikologi. E7: Penerbit Pustaka Pelajar.
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Anorexia_nervosa
Makalah nya di link ini:
Makalah nya di link ini:
PPT Lengkap di link ini :